“Saat itu saya sedang mempersiapkan buku untuk pelajaran esok hari. Namun ketika saya sampai di meja belajar, saya malah tidak tahu apa yang harus saya perbuat. Lalu tiba-tiba saya ambil buku, dan tanpa saya rencanakan sebelumnya tiba-tiba saja saya langsung menggambar wajah orang-orang yang seram tanpa dapat saya kendalikan. Dan setelah 2 atau 3 gambar kemudian, ada sebuah kekuatan lain yang turun atas tubuh saya. Saya lemas dan kehilangan kekuatan, jantung saya berdebar dengan sangat cepat, ada aliran panas yang terasa di dada dan merangkak naik sampai ke tengkuk. Saya benar-benar tidak punya kekuatan sama sekali. Kemudian ada pikiran lain yang masuk ke otak saya dan berkata, ‘Sebentar lagi kamu akan mati! Sebentar lagi kamu akan mati!’,” ujar Abraham membuka kesaksiannya.
Sumber suara itu memang tidak terdengar secara audibel kepada Abraham tapi suara itu sepertinya bicara langsung kepada Abraham. Sontak hal itu membuat Abraham ketakutan karena memang dia tidak pernah mengalami hal seperti itu sebelumnya.
Sejak berusia 14 tahun, Abraham terkena sebuah penyakit yang aneh. Seakan roh kematian akan mencabut nyawanya. Dengan kondisinya yang lemah, Abraham berusaha mencari pertolongan. Abraham berlari ke omanya, dan ia hanya mampu bicara dengan nafas yang terputus-putus, “Oma, tolong saya! Saya sakit! Saya mau mati!”.
Namun ternyata oma Abraham tidak tahu harus melakukan apa. Abraham pun dibawanya ke dukun. Sesampainya di sana, Abraham diberikan air yang telah dibacakan mantera sebelumnya. Sepulangnya dari dukun, bukannya menjadi lebih baik, keadaan Abraham menjadi semakin parah. Rasa panas di dadanya tidak mau hilang, jantung Abraham terus berdetak dengan sangat kencang dan ketakutan akan kematian begitu menghantui Abraham. Badannya juga menggigil kedinginan dan kekuatan sepertinya lenyap dari tubuhnya.
Sekalipun Abraham makan banyak sekali, ia tidak pernah merasa kenyang. Badannya pun tetap kurus dan sepertinya tidak punya tenaga. Parahnya lagi, Abraham merasakan otot di sekujur tubuhnya bergerak seperti detak jantung. Setiap saat selama 24 jam, Abraham merasakan ototnya terus bergerak, terkadang di pipi, badan, lalu berpindah ke kaki, terus saja berpindah-pindah.
Keadaan tubuhnya yang aneh benar-benar membuat Abraham ketakutan. Sekalipun Abraham berada di tengah-tengah orang banyak, ia tetap merasa ketakutan.
“Saya benar-benar merasa ketakutan. Saya takut dengan dunia kematian yang begitu hebat. Dan sepertinya tidak ada yang bisa menolong saya,” kisah Abraham.
Abraham pun menjadi depresi. Ia selalu teringat akan kata-kata bahwa sebentar lagi dirinya akan mati, ditambah lagi keadaan fisiknya yang terus saja terasa aneh. Abraham benar-benar tidak bisa berada di suatu tempat sendirian. Ia selalu saja mencari tempat dimana banyak orang sedang berkumpul sehingga ia bisa mendengar suara orang lain dan rasa takut yang dialaminya bisa sedikit ditahannya.
Ketika malam datang, hal itu menjadi masalah yang sangat besar bagi Abraham karena ia betul-betul takut untuk mati. Abraham benar-benar merasa belum siap untuk mati. Ketakutan Abraham tak terbendung lagi hingga Abraham akhirnya berhenti untuk sekolah.
“Saya tidak bisa konsentrasi dengan pelajaran di sekolah. Setiap kali sedang belajar, alam pikiran saya hanya dibawa kepada ketakutan, kematian, dan tidak pernah terbersit untuk memikirkan hal yang lain. Sampai akhirnya saya putus sekolah. Saya tidak mau sekolah lagi,” ujar Abraham menceritakan masa-masa terkelam dalam hidupnya.
Abraham terus mencari pertolongan dengan menemui kenalan pamannya untuk berdoa. Ketika didoakan oleh kenalan pamannya ini, Abraham merasakan dirinya kuat dan ada keberanian yang timbul di dalam dirinya. Tapi dalam perjalanan pulang, suara intimidasi akan kematian itu terus menekan pikiran Abraham dan pikirannya kembali dikuasai oleh ketakuan akan kematian itu. Dari hari ke hari, Abraham tidak melihat adanya perubahan pada dirinya.
“Suatu saat saya merasa tertekan karena saya tidak kunjung sembuh dan saya pun menangis menjerit, ‘TUHAN, kenapa penyakitku tidak sembuh-sembuh juga?!?!?!’ karena ketika saya berdoa bersama hamba Tuhan itu, saya merasa nyaman, tenang, sepertinya sembuh. Tapi setelah itu saya tidak bisa merasakan hal itu lagi. Saya hanya terus berpikir, bagaimana caranya agar saya bisa keluar dari keadaan ini, tapi saya tidak bisa,” ujar Abraham mengenai pergumulannya saat itu.
Dalam keadaan tertekan dan depresi, Abraham pergi ke tempat ayahnya yang telah lama berpisah dengannya. Namun tak pernah diduga oleh Abraham sebelumnya, sambutan sang ayah hanya membuatnya sedih.
“Ayah saya tidak peduli bahwa saya sedang sakit dan dia tidak percaya sama saya. Dia hanya berpikir kalau memang sakit itu artinya terbaring dan tidak bisa bangun. Yang dia mau hanyalah saya kembali sekolah,” ucap Abraham dengan sedih.
Selama Abraham kembali ke bangku sekolah, perlakuan ayahnya kepada dirinya tetap saja kasar, selalu mengganggap dirinya sebagai anak yang tidak becus, berbeda dengan kakak-kakaknya yang lain. Abraham harus menerima makian demi makian dari ayahnya sendiri. Sebutan ‘anak sial’, ‘tidak tahu diuntung’ telah menjadi makanannya sehari-hari. Kata-kata kutukan senantiasa dilontarkan ayah Abraham kepada dirinya dan itu menimbulkan luka di hati Abraham.
Akhirnya Abraham menemukan seseorang yang dapat memberikan penghiburan kepada dirinya. Salah seorang teman sekolahnya senantiasa menghibur dan memberikan kata-kata penguatan bagi dirinya sampai akhirnya Abraham pun diajak ke sebuah pertemuan ibadah untuk anak-anak di sekolahnya. Itulah awal pertama Abraham tahu bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat bagi dirinya. Untuk pertama kali pula Abraham mulai belajar percaya dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan Yesus.
“Ada perubahan yang saya rasakan dengan penyakit saya. Saya bisa menghadapi intimidasi dari iblis, saya bisa mengalahkan suara-suara kematian yang selalu bergema di pikiran saya, dan saya katakan, ‘Tuhan sudah menebus saya dan saya tidak akan mati tapi akan hidup!’ Dan penyakit saya mulai berkurang, debaran jantung saya yang cepat itu hilang, kemudian panas tubuh saya yang tinggi itu hilang,” kisah Abraham.
Namun roh kematian itu tak pernah berhenti mengejar Abraham. Iblis datang menyerang Abraham dengan cara yang berbeda. Sebuah suara seperti gelombang radio masuk ke dalam telinga Abraham dan memegang dirinya, dan rasanya seperti roh Abraham ditarik keluar. Hal itu biasanya terjadi ketika Abraham sedang tidur. Ketika hal itu sedang terjadi menimpanya, Abraham hanya bisa mencoba berteriak, “Tuhan Yesus sudah tebus saya. Kamu tidak punya hak lagi atas tubuh saya,” dan roh Abraham pun kembali ke dalam tubuhnya.
“Semenjak saat itu, saya mulai menggunakan nama Tuhan Yesus dengan lebih sungguh-sungguh lagi. Pada waktu yang lalu saya tidak pernah tahu akan kebenaran itu, saya tidak pernah tahu tentang nama Yesus yang sanggupo mengalahkan apa pun. Tapi semenjak saya mulai mengenal Yesus di pertemuan-pertemuan ibadah itu, saya mulai kuat. Saya mulai berani dan mampu melawan kelemahan dan penyakit yang datang menyerang saya,” ujar Abraham dengan muka berseri-seri.
Serangan yang biasa dialaminya mulai berkurang sampai akhirnya Abraham pun merasakan bahwa tubuhnya sudah benar-benar sehat. Ia pun bisa kembali hidup dengan normal dengan penyakit dan suara-suara intimidasi yang menghilang dari kehidupannya.
“Sekarang saya sudah hidup dalam anugerah Tuhan, tidak hidup dalam kutuk lagi. Saya hidup dalam berkat dan kasih Tuhan. Dengan sakit penyakit itu, Tuhan mengantar saya untuk mengenal Tuhan, mengenal Juruselamat dengan baik, mengenal Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Itu yang saya syukuri sampai hari ini,” ujar Abraham menutup kesaksiannya dengan penuh sukacita.
(Kisah ini ditayangkan 1 September 2009 dalam acara Solusi Life di O’Channel).
Sumber Kesaksian:
Abraham Pellokila
0 komentar:
Posting Komentar