Berawal dari perkenalannya dengan seorang pria, Janti (baca : Yanti) mulai jatuh cinta. Hanya dalam waktu beberapa bulan, ia pun akhirnya berpacaran. Janti bahkan membiarkan kesuciannya direnggut sang pacar.
"Saya melakukan hubungan seks itu pertama kali dilakukan di kontrakan pacar saya. Kebetulan pada waktu itu saya mau pulang ke Padang untuk liburan. Karena itu pacar saya mengatakan, ‘Aduh, kita lama tidak ketemu nih.' Jadi dia mulai mengajak saya ke kamar, dan kami mulai melakukan hubungan seks bebas. Dia agak memaksa saya, saya sempat marah karena hal itu tetapi untuk selanjutnya, saya juga tidak tahu, hal itu berulang terus karena saya sangat mencintai dia. Apapun yang dia minta saya lakukan," ungkap Janti mengawali kesaksiannya.
Terbuai dalam gairah asmara bersama pacarnya. Janti seakan lupa segalanya, ia pun harus menanggung akibat dari perbuatannya itu.
"Saya terus melakukan hubungan seks di luar nikah dengan pacar saya, sampai akhirnya saya hamil."
Mengetahui kalau dirinya hamil, Janti merasa belum siap. Rencana gila pun akan mereka lakukan.
"Setelah tahu saya hamil, saya sama pacar saya memutuskan untuk melakukan aborsi. Bahkan melakukan aborsi sampai 3 kali karena kami belum siap untuk menikah."
"Saya tidak mengerti waktu itu bahwa saya sudah menjadi seorang pembunuh. Saat itu saya tidak memikirkan dosa sama sekali. Yang penting beban ini lepas."
Tanpa rasa menyesal sedikit pun, Janti terus larut dalam dunianya. Dia rela melakukan apa saja demi sang pacar. Namun setelah menikah Janti harus menerima kenyataan pahit.
"Harapan saya setelah menikah saya mendapatkan kebahagiaan. Tapi ternyata saya tidak mendapatkan kebahagiaan setelah saya menikah."
"Saya lihat suami saya, kenapa ya dia tidak mau kuliah, males dan dia tidak pernah mau bekerja." katanya mengenang keadaan rumah tangganya.
Pupus sudah harapan Janti untuk bisa bahagia ketika sang suami mulai menunjukkan sikap kasarnya. Suaminya mulai sering memukulnya hanya karena kesalahan kecil. Tidak ada lagi masa-masa penuh kasih sayang seperti pada masa pacaran yang ada adalah kemarahan.
"Saya amat sangat menyesal kenapa saya menikah dengannya."
Yanti hanya bisa pasrah menerima semua perlakuan kasar dari suaminya. Sampai suatu ketika yanti mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan.
"Setelah selesai kuliah, dia tiba-tiba mengirimkan surat untuk menceraikan saya."
"Saya luar biasa shoknya, kenapa dia mau menceraikan saya. Angan-angan saya, kita bisa pindah kemana pun karena dia sudah selesai kuliah kan kita bisa kerja sama-sama. Ternyata dia menceraikan saya, yang saya tidak tahu alasannya kenapa suami saya menceraikan saya."
"Saking sedihnya, akhirnya saya putus asa karena suami saya tetap tidak bisa saya pertahankan. Saya mengambil keputusan untuk bunuh diri saja."
Tanpa pikir panjang perbuatan nekat siap Janti lakukan.
"Saya mengambil kursi kecil dan saya ambil dasi suami saya trus saya gantung diri saya. Lebih baik saya mati saja, kalau mati selesai. Tidak ada lagi gunanya saya hidup."
Kemudian Janti mengenang masa kecilnya yang kurang mendapat kasih sayang dari mamanya.
"Waktu kecil saya menderita. Selain saya kekurangan, saya juga tidak mendapatkan kasih sayang orang tua. Jadi saya mencari kebahagiaan sendiri. Saya pingin seperti orang tua lain, kalau bisa anaknya itu dipeluk atau digandeng. Saya tidak pernah tahu mama saya pernah peluk saya atau cium saya."
Bukannya kehangatan sebuah pelukan yang Janti dapatkan tapi sikap keras dari sang mama justru menambah goresan luka dalam hatinya.
"Apapun yang saya lakukan, mama saya pasti marah sama mama saya."
"Pulang sekolah kalau musim rambutan saya bawa rambutan ke rumah. Pikir saya mama saya akan senang tapi bukannya senang malah saya dipukul. Saya sudah separo benci sebenarnya pada mama saya."
Hatinya semakin terluka ketika Janti harus kembali merasakan perlakuan kejam dari sang mama. "Waktu itu saya lagi nyuci piring di sumur, tiba-tiba ada yang lempar sendok. Saya berbicara kotor karena saya kira itu adik saya tapi ternyata itu mama saya. Mama marah sekali, Mama saya pikir saya memaki dia. Jadi saya dipukul habis-habisan sama mama saya."
"Baju-baju saya diambil dan dibuang keluar, saya kumpulin lagi dan saya taruh di beranda. Saya sampai teriak-teriak minta ampun sama mama saya tapi mama tidak peduli. Saya cuma diam dan menunggu papa saya pulang."
Papa kaget melihat saya di luar rumah dan menyuruh saya masuk ke dalam rumah. Bagi Janti hanya sosok papalah yang mengerti dan sayang kepadanya.
"Begitu saya mau gantung diri saya, pada saat saya akan menendang kursi dibawah saya. Tiba-tiba muncul wajah papa saya sedang nangis. Jadi saya batal untuk bunuh diri."
Setelah gagal bunuh diri, Janti terus berusaha dengan berbagai cara untuk mempertahankan suaminya meskipun harus mengorbankan kehormatannya.
"Untuk mempertahankan suami saya, saya pergi ke dukun. Waktu saya pergi ke dukun, saya diberi air putih yang dibaca mantra-mantra untuk saya minum. Setelah saya dikasih minum, dukun bilang kalau saya berharga, masih muda , percaya masih ada orang yang mau sama kamu, dan sebagainya. Saya tidak ingat lagi setiap kali saya diberi air putih, jadi akhirnya saya sudah melakukan seks bebas dengan si dukun."
Berkali-kali Janti harus membiarkan kehormatannya direngut oleh sang dukun. Namun suaminya tak pernah kembali. Untuk melupakan kesedihannya, Janti pun membiarkan dirinya terperosok dalam dunia malam dan mabuk-mabukan. Setiap hari dia berpindah-pindah dari satu karaoke ke karaoke lain, alkohol seakan sudah menjadi penghibur bagi Janti. Sampai suatu ketika dia mengalami sesuatu yang tidak pernah dia duga.
"Setiap datang bulan saya sakit perut dan pendarahan hebat. Kata dokter saya ada kista, dia memvonis saya harus melakukan operasi dalam waktu seminggu karena rahim dan indung telur saya sudah bengkak."
Janti akhirnya harus dioperasi dan menjalani perawatan, disitu dia baru menyadari kalau mamanya sangat mencintainya.
"Saya tahu mama saya ternyata mencintai saya, waktu saya dioperasi dia dampingi saya. Di ruang tempat saya dirawat pun mama tidur bersama saya." Sambil berlinang air mata Janti mengenang saat-saat itu.
Kedua orang tua Janti bersama-sama merawatnya setelah operasi tersebut. Sejak saat itu, Janti bisa mengampuni mamanya dan hubungannya mulai dipulihkan namun penderitaannya masih belum berakhir.
"Diruang pemulihan itulah saya mulai merasa badan saya tidak enak dan panas. Saya luar biasa takut, namun di dalam ketakutan itulah saya ingat Yesus. Saya bilang, ‘Tuhan Yesus jika engkau sudah memilih aku , sembuhkan aku ."
"Saya melihat seberkas cahaya, tiba-tiba saya merasakan damai sejahtera, nyaman, merasa sakit sudah disembuhkan, merasa saya pasti saya sembuh."
Hari demi hari kondisi Janti pun semakin membaik, ia pun berkomitmen untuk berubah sampai akhirnya dia mengikuti suatu ibadah dan mengalami sesuatu yang membuatnya menangis.
"Lagunya itu berjudul ‘Bukan Dengan Barang Yang Fana', waktu nyanyi lagu itu tiba-tiba saya tersentuh oleh Roh Kudus. Saya menangis, hidup saya selama ini sia-sia dan tidak ada artinya. Kalau ada Tuhan Yesus pasti hidup saya berarti, saya bertobat meminta pengampunan Tuhan. Di situ saya benar-benar bertobat, saya lupakan semua masa lalu saya , saya berjanji mulai hari ini saya akan taat setia jadi anak Tuhan."
Janti akhirnya menemukan kebahagiaan yang selama ini dia cari. Hatinya yang dulu terluka kini sudah Tuhan pulihkan.
"Setelah saya kenal Tuhan Yesus yang tadinya saya sangat pendendam, saya tidak punya dendam lagi. Saya juga sudah melupakan suami saya."
Hilang sudah kebencian yang ada dalam hati Janti baik kepada suami maupun kepada sang mama.
"Saya ingin meminta maaf kepada mama saya karena saya tidak memahami mama, kurang perhatian kepada mama. Seandainya saya dulu berkomunikasi dengan mama, mungkin tidak begini."
"Mama apapun yang terjadi, mama yang terbaik. Saya sangat mengasihi mama, sampai hari ini saya mencintai mama saya." Kata Janti mengungkapkan perasaannya kepada mamanya.
"Saya selama ini tidak pernah mendapatkan kebahagiaan dalam hidup saya, saya selalu mencari dan mencari tapi begitu saya sebut Tuhan Yesus rasanya ada damai sejahtera. Begitu kasihnya Tuhan Yesus begitu banyak dosa saya walaupun merah semerah kirmisi mengubahnya menjadi putih seputih salju." (Kisah ini sudah ditayangkan 10 Maret 2010 dalam acara Solusi Life di O'Chanel).
Sumber kesaksian:
Fijanti Sudiman
Apakah Anda diberkati oleh artikel di atas? Anda ingin mengalaminya? Ikuti doa di bawah ini :
Tuhan Yesus, aku menyadari bahwa aku seorang berdosa yang tidak bisa menyelamatkan diriku sendiri. Aku membutuhkan Engkau. Aku mengakui bahwa aku telah berdosa terhadap Engkau. Saat ini aku minta agar darah-Mu menghapuskan segala kesalahanku. Hari ini aku mengundang Engkau, Tuhan Yesus, mari masuk ke dalam hatiku. Aku menerima Engkau sebagai Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya dalam hidupku. Aku percaya bahwa Engkau Yesus adalah Tuhan yang telah mati dan bangkit untuk menyelamatkan dan memulihkanku. Terima kasih Tuhan, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus aku berdoa. Amin!
Saya sudah berdoa dan mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat secara pribadi
0 komentar:
Posting Komentar