Kehidupan Yunus Kili-Kili
semasa kecil sangatlah
menyedihkan. Sang ayah
yang seharusnya memberi
perlindungan dan kasih
malah menjadi predator yang
menakutkan.
Pada suatu hari, ketika ia
sedang bermain dengan
teman-teman sebayanya,
ayahnya memanggilnya.
Karena merasa mau
bersenda gurau, Yunus pun
mengacuhkan panggilan
tersebut. Ayahnya yang
melihat hal itu pun langsung
menghampirinya.
Sebuah daun kelapa yang
kering dan tajam sudah
terlihat jelas di tangan
ayahnya. Dengan sekuat
tenaga, daun tersebut
digunakan untuk memukul
dirinya hingga membuat
pahanya terluka. Satu
minggu lebih Yunus harus
berjalan merayap karena
kakinya tidak bisa
digerakkan dengan baik.
Bukannya iba atau membawa
Yunus ke rumah sakit, sang
ayah malah membiarkan
kondisinya yang lemah.
Hanya ibunya yang peduli
dengan luka yang dialaminya.
Saat itulah dendam terhadap
sang ayah mulai tumbuh di
hatinya.
Perasaan tersebut semakin
hari semakin kuat setiap
harinya. Bahkan hatinya
semakin membara ketika
mendengar sang ayah tidak
menganggapnya sebagai
anak.
Perlakuan buruk dari sang
ayah membuat Yunus memiliki
cita-cita yang tidak biasa.
"Saya punya banyak
keinginan saat itu. Namun,
diantara semua keinginan itu
saya mau menjadi penjahat
saja."
Setelah dewasa, Yunus Kili-
Kili menjadi seorang yang
cepat terbakar emosinya.
Setiap ada orang yang
melihat dirinya, ia langsung
mendatangi orang tersebut
dan mengajak berkelahi.
Karena tabiatnya itu, orang-
orang sekitarnya takut
menghampirinya.
Sikap jagoan dan tanpa
memiliki rasa takut membuat
Yunus sering mendapat
order pekerjaan sebagai
tukang keamanan. Setiap
orang yang menjadi
musuhnya selalu dilibasnya
tanpa ampun.
Kesombongan mulai lahir
dihatinya dan
kegarangannya pun semakin
menjadi-jadi. Hingga suatu
hari, Yunus harus
menghadapi situasi yang
hampir membuatnya
kehilangan nyawa saat ia
bertandang ke rumah
kerabatnya.
"Itu di tempat dia, kalau mau
ke toilet saya harus lewat
rumah seseorang. Biasanya
kalau saya lewat, saya gak
pernah sopan, cuma hari itu
saya sopan. Ketika saya
balik dari toilet, pemilik toilet
itu negor saya dengan nada
ketus. Begitu dia ngomong
gitu, tanpa banyak basa
basi, saya pukul dia.
Walaupun istrinya nangis-
nangis, saya tetap mukul dia
tanpa ampun. Hingga tiba-
tiba istrinya teriak maling,
baru saya lari. Pada saat
saya lari, puluhan orang
mengejar saya. Saya pun
masuk ke dalam mobil, tetapi
karena keadaan pada waktu
itu macet sekali akhirnya
saya terkepung.
Terjepit....saya pun mencari
cara agar tidak menjadi
bulan-bulanan massa. Dalam
posisi mendebarkan
tersebut, saya menceritakan
apa yang terjadi dengan
sedikit bumbu kebohongan.
Satu diantara mereka ada
yang bertanya apakah saya
ini orang Aceh, saya
langsung bilang bukan.
Mendengar jawaban saya
itu, mereka pun satu per
satu berpencar, mundur, dan
membubarkan diri. Perasaan
saya lega ketika itu karena
saya bisa melewati peristiwa
menegangkan itu dengan
selamat."
Peristiwa itu ternyata di
dengar kakaknya. Ia pun
mengundang Yunus ke
rumah. Sesampai disana,
perasaannya mulai tidak
tenang. Ia merasa kakaknya
telah merancangkan sesuatu.
Dan memang benar. Ketika ia
sudah masuk ke dalam
rumah kakaknya, saudara
kandungnya ini mulai
menasehati dirinya secara
tidak langsung.
"Kakak saya menceritakan
bagaimana Tuhan menunggu
saya untuk berubah dan
berbalik kepadanya.
Mendengar hal itu, amarah
saya meninggi dan
mengatakan kepadanya, jika
ia tidak berhenti untuk
berhenti tentang
keselamatan maka saya
akan membunuhnya. Namun,
bukannya menciut, justru ia
makin berani memberitakan
injil. Ia mengatakan, "kamu
bisa membunuh saya, tetapi
saya tahu akan ada dimana
kelak, yakni di surga. Kalau
kamu mati? Kamu kemana
dek?' Mendengar hal itu
saya membalikkan badan dan
meninggalkan rumah kakak
saya."
Kata-kata dari sang kakak
terus terdengar di
telinganya. Pikiran kalut
Yunus seperti menyeretnya
untuk mengambil jalan pintas.
Ia bermaksud mengakhiri
hidupnya dengan cara bunuh
diri. Namun sebuah mimpi
telah mengubah
keputusannya tersebut.
"Gak tahu mengapa malam
itu, saya sedang tidur saya
mendapat penglihatan. Dalam
penglihatan saya dunia
kiamat. Langit terbelah
terbelah dua. Hancur
berkeping-keping. Dan saya
bersama orang-orang di
kampung itu kami semua
diangkut ke neraka. Disitu
kami menjerit ketakutan
seperti yang diberitakan
firman Tuhan. Disitu saya
teriak, 'Tuhan, tolong saya,
kalau Engkau memberikan
saya kesempatan bertobat,
saya mau bertobat', namun
saya merasa sepertinya hal
ini tidak mungkin terjadi
karena waktu sudah
terlambat. Di tengah
pergumulan itu, tiba-tiba
saya sadar. Saya merasakan
ada sesuatu yang menjamah
hati saya. sesuatu yang
membuat saya damai dan
sejahtera.
Blessing Family Centre Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar