TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA

Rabu, 09 Juni 2010

Anak Pendeta Yang Atheis Bertobat dan Menjadi Pendeta (I)

Saudara-saudaraku yang
kekasih didalam Tuhan
Yesus Kristus,
Saya adalah putera sulung
dari Pendeta Gereja Utusan
Pantekosta di Makassar.
Semasa kecil bersekolah di
Sekolah Dasar Katolik Frater
Mamajang, kemudian SMP
Frater Jl. Thamrin di
Makassar dan melanjutkan di
SMA Broederan St. Aloysiur,
Jln Sultan Agung, Bandung.
Walaupun ayah saya adalah
seorang Pendeta namun
saya merasa bosan untuk
mengikuti acara kebaktian di
gereja. Saya terpengaruh
oleh paman saya seorang
terpelajar tapi berpaham
atheist pada waktu itu.
Paman saya seorang yang
sangat dermawan, dikenal
oleh masyarakat sebagai
seorang yang selalu
beramal, siap menolong siapa
saja yang dapat dibantunya.
Ayah saya sangat ketat
dalam mendidik kami anggota
keluarganya. Berhubung
karena kawan-kawan saya
hampir semuanya adalah
anak-anak remaja yang
gemar berdansa dan
menikmati kepelesiran
duniawi, saya juga telah
condong mengikuti mereka.
Ini merupakan suatu
tantangan besar dan menjadi
sebab terjadinya konflik
diantara saya dengan ayah
saya. Akhirnya saya
putuskan untuk
meninggalkan rumah orang
tua saya dan merantau ke
pulau Jawa.
Di Bandung saya tinggal
dirumah paman saya yang
tidak menganut agama apa
pun. Saya merasa seperti
seekor kuda yang terlepas
dari kurungan kandang yang
sempit. Tanpa saya ketahui
Bapak Sorgawi saya telah
menyediakan suatu kandang
yang lain di dekat kota
Bandung, dimana kuda yang
liar ini kemudian telah tinggal
untuk lima tahun lamanya.
Sebagai akibatnya: saya
berubah menjadi seorang
yang taat beragama dan
akhirnya menjadi seorang
Pendeta.
Selama bekerja sebagai
pendeta saya telah
mengadakan banyak ceramah
KKR dan dengan berkat
Tuhan serta kuasa Roh Suci,
saya berbahagia telah
menolong ratusan jiwa
menerima Kristus. Namun
saya masih mempunyai
keragu-raguan mengenai
otentitas Alkitab, karena
saya dipengaruhi oleh
kawan-kawan yang
berusaha meyakinkan
kepada saya bahwa Alkitab
orang Kristen itu sudah tidak
asli lagi, dan tidak dapat
dibuktikan bahwa yang
sekarang itu masih sama
seperti kitab aslinya. Berbeda dengan kitab
Alquran, yang dari dulu
sampai sekarang tidak
diterjemahkan kedalam
bahasa yang lain melainkan
tetap didalam bahasa aslinya
yaitu bahasa Arab.
Ditahun 1995 ketika saya
bekerja sebagai pendeta dan
guru bahasa Inggris di
Macau, saya menghadapi
kesulitan karena tidak dapat
berbahasa Tionghoa,
sehingga saya sulit
berkomunikasi dengan
siswa-siswa saya yang
hanya dapat berbahasa
Kanton. Saya berusaha
mempelajari bahasa
Tionghoa. Pada suatu hari
saya mengunjungi YMCA
Christian Bookshop yang ada
di Kowloon untuk mencari
buku Kursus Kilat Bahasa
Mandarin. Saya disodorkan
sebuah buku karangan Dr.
Ethel Nelson yang berjudul
"The Discovery of Genesis".
Didalam buku itu
pengarangnya menunjukkan
bahwa huruf-huruf Tionghoa
mengandung kisah yang
sama seperti cerita yang
terdapat didalam Alkitab.
Saya sangat tertarik pada isi
buku itu dan mulai
menyelidikinya lebih lanjut.
Akhirnya saya dapat
menguasai dasar bahasa
Tionghoa dan
menggunakannya dalam
percakapan, malah sekarang
dapat mengajarkan kepada
orang lain. Tetapi lebih dari
itu, saya menemukan bukti-
bukti yang tidak dapat
dibantah bahwa bangsa
Tionghoa Purbakala,
mengenal dan menyembah
Allah Pencipta Alam yang
sama seperti yang disembah
oleh bangsa Yahudi dan
orang Kristen. Sekarang
saya sangat yakin bahwa
Allah yang sama yang
mengilhamkan Alkitab, juga
pasti telah mengilhamkan
para nenek moyang orang
Tionghoa ketika mereka
menemukan huruf-huruf atau
sistim tulis menulis didalam
bahasa Tionghoa yang
umurnya sudah lebih dari
empat ribu tahun sampai saat
ini.
Ini berarti bahwa lebih dari
enam ratus tahun sebelum
adanya bangsa Yahudi,
bangsa Tionghoa sudah
mempunyai aksara mereka
dan telah mencatat sejarah
kerajaan mereka yang
dimulai dengan Dinasti Xia
dari tahun 2205 Sebelum
Tarikh Masehi. Sedangkan
buku yang pertama didalam
Alkitab telah ditulis oleh Musa
disekitar tahun 1450 Sebelum
Tarikh Masehi.
Bangsa Tionghoa pada
zaman purbakala menyembah
Allah yang mereka namakan
Shang Di, artinya Raja Diatas
atau Raja Langit. Dilihat dari
peninggalan tulisan-tulisan
yang paling tua, yaitu yang
disebut Jia Gu Wen, yaitu
ukiran-ukiran diatas tulang
belulang yang digunakan
untuk pemujaan dizaman dulu
dan diketemukan dikuburan-
kuburan kuno yang telah
berumur lebih dari tiga ribu
tahun, ternyata bahwa sejak
zaman dahulu bangsa
Tionghoa percaya bahwa
Allah yang dikenal dengan
nama: Shang Di, Shen atau
Tian itu, adalah pencipta dari
langit dan bumi serta segala
isinya, termasuk manusia.
Huruf "Shen" atau Allah
sebenarnya terdiri dari dua
radikal atau komponen dasar
dari huruf Tionghoa, yang
disebelah kiri adalah radikal
"shi" yang artinya "seorang
yang sempurna dari langit"
dan dikanannya adalah
radikal "shen" yang berarti
"memberikan instruksi atau
menjelaskan".

Blessing Family Centre Surabaya

0 komentar:

Posting Komentar