Cinta pada pandangan
pertama dengan cepat
meluluhkan hati Titin. Di usia
18 tahun, pernikahannya
dengan pria yang 20 tahun
lebih tua dari dirinya terjadi
begitu saja. "Di mata saya
waktu baru mengenal gitu
ya, dia itu baik, menyayangi
saya gitu dan terutama saya
mencari sosok figur seorang
bapak tadi. Saya pikir dia
melindungi saya, dia
menyayangi saya, dia
mengasihi saya."
"Sebenarnya dari kedua
orangtua saya, saya tidak
disetujuin sama dia karena
beda umur kami kan cukup
jauh jadi tidak boleh. Namun,
saya memaksakan diri, saya
menikah di Jakarta"
Wajah hanyalah topeng yang
menipu, dibaliknya tersimpan
sebuah kebusukan.
"Pernah suatu kali adik saya
datang. Dia mau nganterin
ceritanya. Saya mau ikut, dia
bilang gak boleh. Kenapa sih
gak boleh? Dia bilang yah
kalau perempuan di rumah
aja, ngapain sih ikut-ikut
suami. Saya tanya lagi,
'kenapa sih gak boleh?' dia
gak ngomong lagi, langsung
dipukul. Disitu saya nangis.
Dia masih tetap jalan dengan
adik saya, nganterin"
Mungkin itu hanya sebuah
kekhilafan yang termaafkan
bagi Titin sampai sepotong
gambar merobek hatinya.
"Udahlah kita udah baikkan,
kita punya anakkan. Anak
saya berumur bukan
seminggu, tapi tiga hari ya,
dia selingkuh dengan kakak
sepupu saya"
"Kan fotonya tersimpan di
dalam lemari, 'Kenapa foto ini
ada disini?' udah ditanya
'Kenapa foto ini ada disini
terus?' Dia bilang tidak ada
apa-apa. Abis dari situ, dia
pergi ke Jakarta. Gak tahu
apakah dia mempunyai
hubungan dengan kakak
sepupu saya atau tidak"
Setelah berbulan-bulan pergi
tanpa kabar, suaminya
datang untuk memohon rujuk
kembali dengannya. "Saya
bilang, ya udah kalau bisa
diperbaiki hayo kita perbaiki
daripada anak sampai
mempunyai ayah tiri lagi.
Saya bilang, ya udah gapapa
lah kita balik lagi namanya
dia kan itu suami sah saya.
Terus saya pulang. Namun,
kejadian yang lama dimana
dia memukul saya kembali ia
ulangi"
Kali ini bukan hanya
kekerasan fisik, tetapi juga
penghinaan. "Terus dia itu
mau beli bakso kalau gak
salah ya. Saya bilang, mau
ikut dong. Sama anaknya kan
Eka namanya, 'Sama Eka
mau ikut dong,' Terus dia
bilang gak usah. Tapi, saya
bilang sama anak saya, 'Ikut
aja Ka, ngapain di rumah,
orang bapak aja pergi'... Di
depan orangtua saya, di
depan adik-adik saya, saya
dipukul, langsung diludahin,
'Kamu jadi istri senangnya
ngelawan sama suami?'
Harga diri Titin terinjak-
injak, darah dagingnya
terancam lepas dari dirinya.
"Dia bilang katanya, 'Saya
gak akan bakal cerain
sampai anak ini berada di
tangan saya?' Saya bilang,
'Gak papa saya gak butuh
surat cerai. Saya butuh anak
saya. Anak saya, satu-
satunya nyawa saya' Saya
bilang. Udah mulai dari situ,
dia gak pernah datang lagi.
Sejak anak saya titipin
sampai saya akhirnya pergi
ke Jakarta, ia tidak pernah
pulang dan memberi saya
nafkah baik lahir maupun
batin". Detik itu, cinta Titin kandas.
Semua pintu maaf tertutup
rapat. Kebencian membakar
hati Titin. "Laki-laki itu
semuanya sama. Bikin sakit
hati perempuan. Menyakiti
perempuan"
uka yang dulu dia pendam di
masa kecil, kembali terbuka.
"Ternyata orang tua saya
itu sama-sama egois. Papa
saya terutama selingkuh.
Sedikit demi sedikit saya
suka kecewa sama bapak,
'Kenapa sih bapak seperti
itu? Kok bapak gak sadar
kalau dia punya anak
seorang perempuan?' Jadi
mulai dari situ saya mulai
kecewa"
Merantau sendiri ke Jakarta
terpaksa ia lakukan walau
hanya sebagai pembantu
rumah tangga. Sampai
seorang teman menawarkan
sebuah pekerjaan lain.
"Ngapain kamu kerja
menjadi pembantu? Gaji kamu
berapa? Bagaimana kamu
mengurus anak kamu?"
"Tempat panti itu kayak apa
sih?" Saya bilang.
"Hayo, coba aja. Jadi saya
ikut"
Tempat itu tak lain adalah
panti pijat plus-plus.
Tawaran menggiurkan dari
para pria hidung belang ada
di depan mata.
"Di bulan-bulan pertama
sampai kedua, saya murni,
saya cuma mijit doang. Jadi,
kalaupun saya dapat uang,
uang itu masih halal. Hampir
tiap hari, dipaksa, dipaksa,
saya gak pernah mau. Namun, berjalannya waktu,
ya karena salah pergaulan
tadi, akhirnya saya ikut juga
masa teman-teman saya"
Meski hina, Titin bertahan
demi suatu alasan. "Saya
sebenarnya menolak, saya
gak mau menjadi sampah
masyarakat, saya gak mau.
Tetapi, demi anak saya,
saya mau ngelakuin apa aja.
Apa yang dibilang orang
tentang saya, saya gak
pernah dengerin."
Lambat laun perasaan jijik
itu terlupakan dan uang
menjadi penawarnya. "Yang
ada dalam pikiran saya,
Cuma uang, uang, uang dan
uang. Saya mau tunjukkin
sama mantan suami saya
bahwa tanpa dia, saya bisa
menghidupi anak saya"
Seorang pria kaya berhasil
ia pikat. "Saya dijadiin istri
muda..Kebetulan dari istri
yang tua, dia tidak punya
anak. Habis itu hubungan
kami diketahui istri tua."
Untuk kedua kalinya, Titin
harus merasakan sakit
dicampakkan oleh pria.
Blessing Family Centre Surabaya
0 komentar:
Posting Komentar