TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA

Selasa, 23 Februari 2010

Perjuangan sang ayah

Pak Jun Nan tinggal di sebuah dusun yang berada di daratan China, ia ditemani oleh seorang istri yang baik dan setia. sehari-hari mereka menghabiskan waktunya hanya bercocok tanam. Dalam panen pada musimnya sang suami menyuruh istrinya untuk menyimpan hasil penjualan tanaman mereka untuk keperluan anaknya yang sedang kuliah di koya Beijing. Kedua anaknya telah menetap di kota Beijing, Yang tertua sudah lulus dari kuliahnya dan bekerja di sebuah perusahan elit yang gajinya cukup buat kebutuhan dia sendiri, sedang yang bungsu masih kuliah semester 4. Suatu hari, pak jun nan, hendak berangkat dari desanya menuju kota Beijing, untuk menjenguk anaknya yang tinggal di kota beijing. Sambil membopong sekantung ketela merah kering ia menempuh jarak yang jauh ingin menjenguk anaknya yang sedang kuliah di Beijing. Ia rela sepanjang perjalanannya itu tidak mengeluarkan uangnya, karena bekal uangnya tidak banyak, maka dia hanya bisa meminta air minum dari depot ke depot sepanjang perjalanan yang dilewatinya. Sayang sekali dia sering sekali diusir pergi, orang-orang menganggapnya pengemis. Sebisa mungkin ia tidak naik kendaraan dan memaksakan diri berjalan kaki hingga mencapai kota terdekat dengan bandara, barulah dia naik taksi ke bandara. Ketika di bandara, ada pemeriksaan sebelum naik ke pesawat, petugas mengatakan bahwa karungnya itu terlalu besar, dan memintanya agar karung itu dimasukkan ke bagasi, namun dia mati-matian menolak, dia bilang takut ketelanya hancur, jika hancur anak bungsunya tidak mau makan lagi, dengan kewalahan akhirnya mereka memperbolehkan ia lewat. Dengan bertanya tanya kepada setiap orang maka akhirnya ia bisa memasuki dalam pesawat. Dengan membawa aroma tanah yang khas dari pedesaan, Ia menjadi pusat perhatian di antara para penumpang yang naik pesawat. Ketika pesawat sudah mulai terbang datar, para pramugari mulai melayani penumpang. Pramugari mulai menuangkan air. Hingga tiba di baris kursi dimana Pak Jun berada, dia terlihat duduk dengan sangat hati-hati, sedang karung goni bawaannya tidak diletakkan di tempat bagasi bawaan, tingkah si sang bapak ini membuat para pramugari merasa heran. Saat ditanya mau minum apa, dengan gugup dia menggoyang-goyangkan tangannya dan berkata tidak mau. Saat hendak dibantu untuk menyimpan karungnya di tempat bagasi dia juga menolak. Terpaksa pramugari membiarkan dia menggendong karung tersebut. Beberapa saat kemudian tiba waktunya untuk membagikan makanan, ia masih duduk dengan tegak dan tidak bergerak sama sekali, kelihatannya sangat gelisah, saat diberi nasi, dia tetap saja menggoyangkan tangannya menolak tanda tidak mau. Karenanya kepala pramugari datang menghampirinya dengan ramah menanyakan apakah dia sedang sakit. Dengan suara lirih dia berkata ingin ke toilet tapi dia tidak tahu apakah boleh berkeliaran di dalam pesawat, dia takut merusak barang-barang yang ada di dalam pesawat. Pramugari tersebut memberitahu pak Jun tidak ada masalah dan menyuruh rekannya untuk mengantarkan ke toilet. Saat menambahkan air untuk kedua kalinya, pak Jun hanya memperhatikan para penumpang yang sedang minum air yang diberikan oleh pramugari, ia hanya menelan liur sambil menerus menjilat-jilat bibirnya. Seorang pramugari memperhatikan, lantas menawarkan sesecangkir teh hangat kepada pak tua, ia langsung meletakkan di atas mejanya tanpa bertanya kepadanya. Ternyata tindakan pramugari itu membuat ia sangat ketakutan dan berkali-kali ia mengatakan tidak perlu, pramugari itu pun berkata kepadanya minumlah jika sudah haus. Mendengar demikian, dia buru-buru dia mengambil segenggam uang dari balik bajunya, semuanya berupa uang receh, dan disodorkan kepada pramugari tersebut. Sang pramugari kaget, dan ia mengatakan kepadanya bahwa minuman ini gratis. Sang bapak tidak percaya dengan perkataan itu. Sebab dia disepanjang perjalanan beberapa kali ia masuk ke rumah orang untuk meminta air minum tetapi tidak pernah diberi, bahkan selalu diusir dengan penuh kebencian. apalagi dipesawat yang mahal ini, pikirnya. Setelah diyakinkan beberapa kali oleh pramugari, maka akhirnya dia mau mempercayai, lalu perlahan-lahan meminum tehnya. Sang pramugari sangat iba dengan keadaan pak Jun nan tersebut, pramugari itu menanyakan apakah dia lapar, maukah memakan nasi, tetapi sang bapak masih tetap saja mengatakan tidak mau. Dia bercerita kepada pramugari itu, bahwa ia memiliki 2 orang putra, keduanya bisa diandalkan dan sangat berguna, keduanya diterima di perguruan tinggi, yang bungsu sekarang kuliah di semester 4, sedangkan si sulung telah bekerja. Kali ini dia ke Beijing menjenguk anak bungsunya yang sedang kuliah.

Selama dalam perjalanan di pesawat, Pramugari yang iba dengan pak Jun Nan itu, sangat rajin menuangkan air minum untuknya, dan pak Jun Nan selalu dengan sopan mengucapkan terima kasih. Saat pramugari memberikan makanan kepada pak Jun Nan, tetap saja ia menolak untuk menerima makanan itu, walaupun pramugari itu tahu perut pak Jun Nan sudah sangat lapar, ia tetap saja menolak dengan keras tidak mau makan. Lalu sang pramugari tersebut meletakkan di depan mejanya. Setelah merasa dekat dengan pak Jun Nan, akhirnya sang pramugari menawarkan dia, bahwa barang bawaannya aman jika disimpan dibagasi, dia berdiri dengan waspada dalam waktu lama, kemudian baru diletakkannya dengan hati-hati. Sampai menjelang pesawat akan mendarat, dia dengan sangat berhati-hati menanyakan kepada kami apakah kami bisa memberikan sebuah kantongan kepadanya, yang akan digunakan untuk membungkus nasi jatahnya tersebut untuk dia bawa pergi. Dia bilang selama ini dia tidak pernah mendapatkan makanan yang begitu enak, dan dia akan bawakan makanan itu untuk diberikan kepada anak bungsunya.Krena dia mengangap makanan yang istimewa ini akan membuat anaknya senang jika diberikan. Mungkin bagi sebagian orang, khususnya penumpang pesawat akan di anggap sesuatu hal yang biasa, tetapi ternyata lain dengan pak jun nan, ia begitu menganggapnya begitu berharga. Dia sendiri enggan untuk makan, dia menahan lapar, demi untuk disisakan bagi anaknya. Mendengar perkatan pak Jun Nan, maka sang pramugari tersebut terasa terharu, lalu ia langsung membungkus semua makanan yang tersisa karena tak terbagikan kepada penumpang pesawat. Lagi-lagi pak Jun Nan menolak dengan penuh kepanikan, dia bilang dia hanya mau mengambil jatahnya saja, dia tidak mau mengambil keuntungan dari orang lain. Kebanyakan para pramugari hampir berkaca-kaca matanya mendengar perkatan pak jun nan yang begitu sopan tapi tidak mementingkan dirinya sendiri. Setelah semua penumpang udh mulai berkurang dan pada turun.
Tinggallah pak Jun nan seorang diri, para pramugari hendak membantunya membawakan karung goninya sampai ke pintu keluar. Saat mereka akan membantunya menaikkan karung goni tersebut ke punggungnya, secara tiba-tiba pak Jun Nan itu melakukan suatu tindakan yang mengejutkan para pramugari, dia berlutut di atas tanah. Dengan air mata berlinang dia bersujud kepada para pramugari dan mengatakan, “Kalian semua sungguh adalah orang-orang yang baik, kami orang desa sehari hanya bisa makan nasi satu kali, selama ini kami belum pernah minum air yang begitu manis, tidak pernah melihat nasi yang begitu bagus, hari ini kalian bukan saja tidak membenci dan menjauhi saya, malah dengan ramah melayani saya, sungguh saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih kepada kalian, saya hanya bisa berharap kalian orang-orang yang baik suatu hari nanti akan mendapatkan balasan yang baik”. maka para pramugari yang sejak dari awal mengetahui pak jun nan, tidak lagi bisa menahan hatinya, mereka semua sampai meneteskan air mata melihat sikap dari pak Jun nan ini. Merka bersama- sama membangunkan pak jun nan, seorang pramugari, tak kuasa hingga ia memeluk pak jun nan dan berkata, "pak, kami pun sangat berterima kasih kepada Anda. karena dengan kehadiran bapak di pesawat ini telah membuka hati kami untuk bisa mengasihi lebih baik lagi kepada para penumpang." Pramugari yang lain hanya mengangguk-angguk kepalanya sembari mengusap air matanya. Salah satu dri pramugari itu memanggil petugas yang berjaga dan menyerahkannya untuk membantunya sampai pintu keluar.

Di muka pintu bandara, kedua anaknya telah berdiri untuk menjemput orang tuanya, lalu anaknya yang bungsu mengambil karung yang di bawa ayahnya, lalu mereka menuju mobil yang di pinjam anak sulungnya dari perusahan dimana ia bekerja. Selama dalam perjalanan pak jun nan masih teringat akan kebaikan para pramugari tersebut, sampai-sampai ia meneteskan air matanya tatkala ia mengingat itu. Anaknya yang sulung kaget begitu melihat ayahnya menanggis dari kaca mobil. "papa kenapa menanggis.' tanya sang anak sulung. Anaknya yang bungsu pun kaget mendengar perkatan kakaknya, dan ia pun menenggok ke belakang bangku, dimana mereka memang duduk di bangku depan. Setelah ia menenangkan hatinya, ia pun menceritakan; saat ia dalam perjalanan menuju bandara. di sepanjang perjalana ketika ia haus tidak ada seorangpun yang mau membrikan air kepadanya, bahkan ia di usir layaknya ia pengemis. Tetapi saat ia di pesawat, wanita-wanita itu tidak bosan-bosannya menawarkan air kepadanya, bahkan ia menuangkan minum hingga beberapa kali buat dia. Mendengar cerita papanya sang anak langsung terdiam, mereka membayangkan jerih payah ayah mereka yang hendak menyusul mereka. sehingga papanya itu rela berjalan begitu jauhnya untuk mereka, hanya untuk memberikan sedikit bekal buat mereka. karena kelelahan dalam perjalanan sang ayah pun tertidur. Sedang kedua anaknya selama dalam perjalanan hanya terdiam, mereka merenungkan perjuangan ayah mereka sehingga mereka bisa kuliah di kota besar ini. Apakah kelak bisa membalas kebaikan orang tuanya. Mungkin hanya waktu yang akan menentukan apakah ia bisa merawat orang tua mereka.

0 komentar:

Posting Komentar